Kompas TV internasional kompas dunia

AS Tolak Menyalahkan Rusia atas Invasi ke Ukraina, Perpecahan dengan Sekutu Eropa Makin Nyata

Kompas.tv - 25 Februari 2025, 08:30 WIB
as-tolak-menyalahkan-rusia-atas-invasi-ke-ukraina-perpecahan-dengan-sekutu-eropa-makin-nyata
Dewan Keamanan PBB akan memberikan suara pada hari Senin, 24 Februari 2025, di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Sumber: AP Photo/Richard Drew)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Desy Afrianti

NEW YORK, KOMPAS.TV - Amerika Serikat memisahkan diri dari sekutu Eropanya dengan menolak menyalahkan Rusia atas invasi ke Ukraina dalam tiga resolusi yang diajukan dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (24/2/2025). Langkah ini menandai pergeseran signifikan dalam hubungan transatlantik di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.  

Keputusan tersebut muncul setelah Trump memilih untuk mengadakan negosiasi langsung dengan Rusia guna mengakhiri perang, tanpa melibatkan Ukraina atau sekutu Eropa, yang lantas memicu kecaman. Mereka merasa dikesampingkan dari perundingan.

Dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB, AS bergabung dengan Rusia dalam menolak resolusi yang diajukan oleh Ukraina dengan dukungan negara-negara Eropa. Resolusi tersebut mengutuk agresi Rusia dan menuntut penarikan segera pasukan Rusia dari Ukraina. 

Baca Juga: Donald Trump Salahkan Zelenskyy soal Perang Rusia di Ukraina: Dia yang Mulai

AS juga abstain dalam pemungutan suara atas resolusinya sendiri setelah Prancis dan negara-negara Eropa lainnya berhasil mengamendemen naskah tersebut untuk secara eksplisit menyebut Rusia sebagai pihak agresor.  

Majelis Umum PBB akhirnya menyetujui resolusi Ukraina dengan 93 suara mendukung, 18 menolak, dan 65 abstain. 

Sementara itu, resolusi yang diusulkan AS—yang telah dimodifikasi untuk menyebut Rusia sebagai pihak yang bertanggung jawab atas perang—disahkan dengan 93 suara mendukung, 8 menolak, dan 73 abstain.  

Di Dewan Keamanan PBB, AS mengajukan resolusi yang lebih netral, menyerukan diakhirinya perang tetapi tanpa menyebut Rusia sebagai agresor. Namun, Rusia menggunakan hak vetonya untuk memblokir upaya perubahan pada resolusi tersebut.  

Perpecahan ini semakin terlihat dalam retorika politik Trump yang semakin tajam terhadap Ukraina. Presiden AS itu menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebagai “diktator” karena tidak menggelar pemilu selama perang berlangsung. 

Trump juga menuduh bahwa Kyiv memulai perang dan memperingatkan Zelenskyy agar segera mencari solusi damai atau berisiko kehilangan negaranya.  

Menanggapi pernyataan itu, Zelenskyy menyebut Trump hidup dalam “ruang disinformasi buatan Rusia.” 

Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina Mariana Betsa menegaskan bahwa negaranya menjalankan hak untuk membela diri berdasarkan Piagam PBB dan menyerukan kepada dunia untuk tetap mendukung Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia.  

"Saat kita memperingati tiga tahun kehancuran ini — invasi penuh Rusia terhadap Ukraina — kami menyerukan kepada semua negara untuk berdiri teguh dan memihak pada Piagam, pada sisi kemanusiaan, dan pada sisi perdamaian yang adil dan abadi, perdamaian melalui kekuatan," kata Betsa dikutip dari The Associated Press.

Baca Juga: AS dan Rusia Siapkan Pertemuan Puncak Trump-Putin, Bagaimana Nasib Ukraina?

Dorothy Shea, Wakil Duta Besar AS untuk PBB, mengatakan bahwa berbagai resolusi PBB yang sebelumnya mengutuk Rusia gagal menghentikan perang, yang “telah berlangsung terlalu lama dengan dampak yang sangat buruk bagi rakyat Ukraina, Rusia, dan dunia.” 

"Yang kita butuhkan adalah resolusi yang menandai komitmen dari semua negara anggota PBB untuk mengakhiri perang secara langgeng,” kata Shea sebelum pemungutan suara.

Sementara itu, perpecahan antara AS dan sekutunya semakin jelas. Trump dijadwalkan bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Washington, yang diikuti oleh kunjungan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada Kamis mendatang.

Kedua pemimpin Eropa itu sebelumnya sejalan dengan AS dalam mendukung Ukraina, tetapi kini tampaknya memiliki pandangan berbeda terkait langkah diplomatik yang harus diambil PBB untuk mengakhiri perang.  

Majelis Umum PBB telah menjadi arena utama dalam menangani konflik Ukraina, mengingat Dewan Keamanan PBB sering kali terhambat oleh hak veto Rusia. 

Sejak invasi Rusia pada 24 Februari 2022, Majelis Umum telah mengeluarkan berbagai resolusi yang mengutuk agresi Rusia dan menuntut penarikan pasukan.  

Resolusi Ukraina yang disahkan Senin menegaskan kembali seruan agar Rusia segera menarik seluruh pasukannya dari wilayah Ukraina tanpa syarat.

Resolusi itu juga menyatakan tidak ada wilayah yang direbut melalui kekerasan yang dapat diakui secara sah menurut hukum internasional. 

Baca Juga: Dituduh Jadi Penyebab Perang, Zelenskyy Sebut Trump Termakan Disinformasi Rusia




Sumber : Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x