PERINGATAN: Artikel ini memuat deskripsi yang mungkin mengerikan bagi pembaca.
PARIGI MOUTONG, KOMPAS.TV - Pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Ali Kalora tewas dalam kontak tembak dengan Satgas Madago Raya di daerah Astina Jaya, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu (18/9/2021).
Selain Ali Kalora, seorang anggota MIT lainnya bernama Jaka Ramadhan juga tewas dalam baku tembak yang berlangsung pada pukul 17.20 WITA itu.
Ali Kalora lahir pada 30 Mei 1981 di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah.
Orang tuanya memberi nama dirinya Ali Ahmad. Namun, ia lebih dikenal sebagai Ali Kalora sesuai nama desa kelahirannya.
Baca Juga: Dua Jenazah DPO MIT Poso Akan Dievakuasi ke RS Bhayangkara Polda Sulteng untuk Identifikasi
Ali Kalora adalah salah satu pengikut pemimpin MIT bernama Abu Wardah Asy Ayarqi alias Santoso. Ia sudah mengikuti sepak terjang Santoso sejak 2011.
Karena Santoso memercayainya, Ali Kalora segera menjadi salah satu petinggi MIT menggantikan Daeng Koro yang tewas pada 2015.
Tak cuma itu, Ali mengenal betul medan gerilya MIT karena daerah itu adalah tanah kelahirannya.
Kemudian Santoso tewas dalam baku tembak di Pegunungan Poso, Sulawesi Tengah pada 18 Juli 2016
Tak lama, petinggi MIT lainnya bernama Muhammad Basri tertangkap bersama istrinya pada 14 September 2016.
Kabar soal MIT sempat hilang setelah itu. Apalagi, istri Ali Kalora yang bernama Tini Susanti Kaduku atau Umi Fadel tertangkap pada 11 November 2016.
Akan tetapi, Ali ternyata terus memimpin gerilya MIT di pegunungan dengan hutan belantara di sekitar Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong.
Pada tahun itu juga, Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian pun menetapkan Ali Kalora sebagai target utama dari Operasi Tinombala.
Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi pernah mengatakan, Ali Kalora adalah sosok radikal senior di kalangan gerilyawan di Poso.
Baca Juga: Ajak Hidup Tenang, Basri Eks Pimpinan MIT Poso Minta Ali Kalora CS Menyerahkan Diri
Meski demikian, Brigjen Rudy yakin, kekuatan gerilya di bawah kepemimpinannya tidak akan sebegitu merepotkan dibanding MIT era Santoso.
Sementara, Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menilai, Ali Kalora tidak memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama dengan Santoso dan Basri.
Di sisi lain, Peneliti The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menyebut kelompok Ali Kalora memang berjumlah sedikit, tidak lebih dari 10 orang.
Akan tetapi, kelompok ini memiliki militansi dan daya survival tinggi. Mereka mampu bertahan hidup di hutan dengan berburu ditambah sokongan logistik dari para simpatisan MIT.
MIT di bawah Ali Kalora dikenal sadis. Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa saat masih menjabat Komandan Jenderal Pasukan Khusus memaparkan kesadisan kelompok itu.
Kelompok Ali Kalora tak segan mengancam, menyandera, hingga membunuh masyarakat di Poso untuk mendapatkan logistik dan makanan.
Cantisa menyebut, kelompok Ali Kalora membunuh dengan memotong leher korban yang tidak menyerahkan makanan atau logistik.
Pada 30 Desember 2018, seorang laki-laki penambang emas di Parigi Moutong tewas dengan kepala terpisah dari badan.
Sehari setelahnya, anggota Polres Parigi Moutong mengalami penyerangan dan dua polisi tertembak.
Baca Juga: Polisi Duga Kelompok MIT Pimpinan Ali Kalora Dibantu Pihak Luar, Satgas Madago Raya Tambah Pasukan
Terakhir, sebuah keluarga tewas di Dusun Lepanu, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada 27 November 2020.
Kelompok teroris MIT menganiaya keluarga beranggotakan empat orang itu dan membakar rumah mereka bersama 5 bangunan lainnya.
Kini, sepak terjang Ali Kalora usai sudah. Belum diketahui pasti, siapa yang akan melanjutkan kepemimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Sumber : Kompas TV/Kompascom/Tribunnews
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.