Kompas TV nasional update corona

Dua Tahun Covid di Indonesia, Catatan Penanganan dan Ancaman di Luar Jawa

Kompas.tv - 2 Maret 2022, 04:50 WIB
dua-tahun-covid-di-indonesia-catatan-penanganan-dan-ancaman-di-luar-jawa
Ilustrasi Covid-19 (Sumber: Tribunnews)
Penulis : Hasya Nindita | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Dua tahun lalu, 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia.

Semenjak itu, kasus Covid-19 terus meningkat di Indonesia. Pada Juni 2020, kasus harian Covid-19 di Indonesia tembus 1.000 per hari dan bertambah tiga kali lipat dua bulan setelahnya menjadi 3.000 kasus per hari pada Agustus 2020.  

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, melihat ada sejumlah peningkatan penanganan selama dua tahun pandemi Covid-19 di Indonesia.

Salah satunya strategi komunikasi pemerintah, dia menilai itu semakin baik. Menurut Dicky, di awal pandemi banyak pejabat publik meremehkan. Tidak hanya itu, koordinasi pun sangat buruk.

“Bekasnya masih ada sampai sekarang, jadi sebagian masyarakat ada yang akhirnya tidak percaya ada pandemi,” kata Dicky saat dihubungi, Kamis (24/2/22).

Namun, seiring berjalannya waktu, khususnya setelah mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto digantikan Budi Gunadi Sadikin, koordinasi sudah semakin baik.

3T dan Vaksinasi

Dicky menganggap strategi pemulihan saat ini juga sudah semakin terukur, khususnya 3T atau testing, tracing, treatment. Menurut dia, capaian 3T di seluruh daerah kini sudah semakin setara.

Pada awal pandemi, pencapaian 3T paling baik di Ibu Kota Jakarta.

“Relatif setara sekarang 3T, kelihatan di Omicron ini, kalau dulu begitu Jakarta meledak, lalu Jakarta melandai, selesai, Indonesia (kasusnya) menurun. Tapi sebetulnya belum menurun juga, karena masih terbatasnya 3T di beberapa provinsi,” kata dia.

Namun saat ini, lanjut dia, ketika angka kasus Jakarta sudah melandai, angka kasus tertinggi digantikan oleh Provinsi lain seperti Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Jawa Timur.

“Ini menunjukkan kemampuan 3T sudah setara dengan Jakarta, bahkan lebih baik. Sekarang kita melihat ada progres dari daerah-daerah pada kemampuan deteksi,” kata dia.

Hal ini berpengaruh pada kemampuan deteksi dini dari tiap daerah. Meskipun kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Jabodetabek, tidak menutup kemungkinan penularan sudah terjadi di wilayah lain seperti Bali. Namun, kemampuan deteksi di wilayah lain sayangnya belum sebaik Jakarta saat itu.

Target vaksinasi Covid-19 di Indonesia juga dinilai sudah on track dan tercapai.

“Vaksinasi on track, tercapai, target global kita tidak ketinggalan, bahkan kita bisa lebih awal, itu on track,” kata dia.

Termasuk, lanjut dia, awal negosiasi untuk mendapatkan vaksin secara global, Indonesia dianggap cukup unggul.

“Ini diplomasi global kita di dunia kesehatan, keberhasilan sehingga kita punya akses, dari sisi global juga kita menunjukkan bisa relative menghindari scenario terburuk,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 27 Februari 2022, total penerima vaksin dosis pertama mencapai 190,67 juta jiwa, sementara penerima vaksin dosis kedua mencapai 143,8 juta jiwa. Secara nasional, sebanyak 336,96 dosis vaksin sudah disuntikkan. 

Pemerintah sendiri menetapkan target vaksinasi sebanyak 239,3 juta orang mendapatkan vaksin Covid-19 di tahun ini. Maka, dosis pertama sudah mencapai 79,7 persen dari target sementara dosis kedua mencapai 60,1 persen dari target. 

PSBB hingga PPKM

Dicky juga menyoroti pengetatan aktivitas masyarakat yang ditetapkan pemerintah sejak masa PSBB hingga PPKM.

Satu bulan setelah kasus Covid-19 pertama ditemukan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kebijakan ini diatur melalui Peraturan Gubernur No. 33 Tahun 2020 yang berlaku sejak 10 April 2020. PSBB yang mulanya diberlakukan hanya sampai 23 April 2020 terus mengalami perpanjangan karena angka kasus yang terus meningkat.

PSBB di Jakarta kemudian berakhir pada 2 Juli 2020 yang kemudian digantikan PSBB Transisi. Perubahan kebijakan ini dilakukan guna merespons penurunan aktivitas ekonomi akibat pemberlakuan PSBB. Saat PSBB transisi, terjadi banyak pelonggaran aktivitas masyarakat, perkantoran, pusat perbelanjaan hingga ibadah.

Namun, akibat kondisi yang semakin memburuk, pemerintah kembali menerapkan PSBB secara ketat pada September 2020. Pemerintah kembali memberlakukan PSBB Transisi pada Oktober 2020 hingga Januari 2021 setelah kondisi dinilai membaik.

Menurut Dicky, kelemahan sistem PSBB ialah beban diserahkan kepada daerah, padahal kemampuan mereka berbeda-beda baik dari segi finansial, sumber daya manusia, hingga infrastruktur.

“PSBB itu masing-masing, dulu-duluan bahkan, terkesan tidak terkoordinasi. Ini yang membuat respons tidak kuat, karena respon pandemi kan seharusnya merata,” kata Dicky.

Kondisi pandemi di Indonesia kian memburuk setelah muncul varian Delta. Pemerintah lantas menerapkan sistem baru, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga Februari 2021.

Kemudian dilanjutkan PPKM Mikro yang menyasar wilayah lebih kecil seperti RT RW dan membagi wilayah menjadi empat zona berwarna, yaitu hijau, kuning, oranye, dan merah. PPKM Mikro efektif berlaku sejak 9 Februari 2021 hingga 25 Juli 2021.

Rem darurat terpaksa ditarik ketika lonjakan kasus kian tak terkendali. Pemerintah memberlakukan PPKM Darurat pada 3 Juli 2021 hingga 25 Juli 2021.

Setelahnya, pemerintah memperkenalkan sistem PPKM Level 1 sampai 4 sesuai dengan asesmen wilayah masing-masing. Kebijakan PPKM Level efektif sejak 26 Juli 2021 hingga saat ini.

Saat kebijakan berubah menjadi PPKM, kewenangan penentuan pembatasan diatur oleh pemerintah pusat. Dicky menilai kebijakan ini lebih efektif dibanding PSBB.

“Secara umum lebih efektif dibanding PSBB karena lebih terkoordinir, jadi setara merata terus bisa memberi solusi pada ketimpangan kemampuan daerah karena dibantu pusat,” kata dia.

Menurut Dicky, efektivitas PPKM nyata sewaktu varian Delta menyerang. PPKM, kata dia, membantu mengantisipasi skenario terburuk. Tetapi, kelemahan dari PPKM ialah lambatnya pusat mengambil inisiatif pembatasan.

Contohnya saat pengambilan keputusan PPKM darurat yang baru ditetapkan 3 Juli saat kasus harian sudah mencapai 27.913 kasus per harinya sementara Jakarta sudah mencatat kasus harian lebih dari 9.000 per hari. 

Daerah Luar Jawa Masih Rentan

Banyaknya peningkatan penanganan yang terjadi selama dua tahun bukan berarti pemerintah sudah tidak memiliki catatan. Salah satunya, kata Dicky, ialah kerentanan daerah luar Jawa.

“Di luar Jawa ini saya tidak melihat gerakan yang signifikan seperti di Jawa, yang rawan itu kan malah di luar Jawa, seperti infrastruktur, SDM, bahkan kondisi masyarakat itu sendiri, kemiskinan, kurang gizi, kesehatan secara umum,” kata dia.

Dia mengkritik pemerintah yang terlalu terkonsentasi di daerah urban dan aglomerasi. Ia mengakui bahwa strategi untuk wilayah Jawa sudah cukup baik, namun, hal ini menyebabkan perhatian ke luar Jawa menjadi minim.

“Dengan fokus di urban itu, walaupun pemerintah ada alibi seperti jumlah penduduk lebih banyak, tapi kelamaan,” kata dia.

Dicky mengingatkan bahwa Omicron yang saat ini sedang menyerang Indonesia bukanlah gelombang terakhir. Karena itu pemerintah harus memperbaiki ini. Jika tidak diperbaiki, hal ini dapat menimbulkan ketimpangan yang semakin parah dan masalah-masalah lainnya.

Kebijakan yang Cepat Berubah

Selain itu, Dicky turut mengomentari soal kebijakan yang cepat berubah. Menurut dia, memang betul situasi pandemi penuh dengan ketidakpastian, namun, perubahan kebijakan sebaiknya tidak dilakukan terlalu cepat.

“Betul bahwa situasi pandemic ini emang ada ketidakpastian, dan itu akhirnya membuat negara tidak bisa membuat kebijakan yang sudah pakem, pasti ada perubahannya tapi jangan cepat-cepat,” kata dia.

Perubahan yang dilakukan dalam hitungan hari akan menimbulkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan pada masyarakat banyak. Ia meminta agar pemerintah sgeera memperbaiki hal ini.

“Timbul prasangka ini basisnya kepentingan politik dan ekonomi bukan data dan sains,” kata dia.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x