Kompas TV nasional politik

Ombudsman Temukan 3 Bentuk Maladministrasi Pengangkatan Pj Kepala Daerah

Kompas.tv - 20 Juli 2022, 01:25 WIB
ombudsman-temukan-3-bentuk-maladministrasi-pengangkatan-pj-kepala-daerah
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (10/6/2021). (Sumber: Dok. Ombudsman Republik Indonesia)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ombudsman RI menemukan tiga bentuk maladministrasi dalam pengangkatan Penjabat (Pj) kepala daerah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menjelaskan, bentuk maladministrasi pertama yakni penundaan berlarut-larut dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan pelapor.

Kemendagri menunda memberikan tanggapan informasi dan laporan keberatan pelapor mengenai pengisian serta penetapan Pj kepala daerah yang diduga tidak berlangsung secara transparan dan partisipatif.

Baca Juga: Eksekusi Sanksi Pelanggaran Pembayaran THR Dipertanyakan, Begini Jawaban Ombudsman

Berdasarkan fakta administrasi yang ditelusuri, Ombudsman berpendapat, tindakan Kemendagri itu bertentangan dengan ketentuan dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Menurutnya, publik memiliki hak untuk mengetahui tahapan-tahapan pengisian Pj kepala daerah. Ombudsman menilai pengisian Pj kepala daerah bukanlah pengisian jabatan biasa.

"Jadi, tidak ditanggapinya permintaan informasi ataupun substansi keberatan dari para pelapor, menurut pandangan Ombudsman, bertentangan dengan UU Pelayanan Publik," ujar Robert saat jumpa pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (19/7/2022). Dikutip dari Antara.

Maladministrasi kedua, yakni penyimpangan prosedur dalam pengangkatan Pj kepala daerah. Semisal adanya pengangkatan dari unsur Polri/TNI aktif.

Baca Juga: KSP Pastikan Penunjukan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh Sesuai Ketentuan Hukum

Robert menjelaskan, anggota Polri/TNI aktif pada prinsipnya hanya dapat menduduki jabatan sipil pada 10 instansi. Hal ini diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Sementara itu, penunjukan TNI atau Polri untuk menjabat di luar posisi tersebut harus mengacu pada aturan lengkap dalam UU TNI dan UU ASN mengenai status kedinasan.


Robert menyatakan, Kemendagri harus mengajukan surat permohonan ke instansi tempat bertugas, sebelum anggota Polri/TNI ditunjuk sebagai Pj kepala daerah.

Ketentuan itu diatur dalam Perpol Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penugasan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Baca Juga: Uang Komitmen Kurang Rp 90 Miliar, PSI Sarankan Pj Gubernur DKI Tidak Lanjutkan Formula E

Dalam pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman terhadap Kepala Badan Bidang Pembinaan Hukum TNI, pihak TNI tidak pernah mengusulkan dan tidak dilibatkan dalam penunjukan prajurit TNI aktif sebagai calon penjabat kepala daerah.

"Biasanya, kalau ada penugasan prajurit aktif, maka pihak TNI itu dimintakan dan kemudian akan berkoordinasi," ujar Robert.

Maladministrasi ketiga, yakni mengabaikan kewajiban hukum terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XIX/2021 serta Nomor 15/PUU-XX/2022.

Menurut Robert dalam pertimbangannya, MK menyatakan pengangkatan Pj kepala daerah harus dilaksanakan secara demokratis dan memiliki peraturan pelaksana tindak lanjut.

Mengabaikan putusan MK ini juga berdampak terhadap kejelasan lingkup dan batasan kewenangan Pj kepala daerah.

"Ini ada pengabaian kewajiban hukum terhadap melaksanakan putusan tersebut," ujar Robert.

Maladminsitrasi penunjukan Pj kepala daerah ini dilaporkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terdiri atas KontraS, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Perludem.

 



Sumber : Antara



BERITA LAINNYA



Close Ads x