Kompas TV nasional peristiwa

Organisasi Wartawan IKAJI Dideklarasikan: Fokus 3 Isu Besar, Dorong Pembentukan Dewan Media Sosial

Kompas.tv - 14 Desember 2023, 11:34 WIB
organisasi-wartawan-ikaji-dideklarasikan-fokus-3-isu-besar-dorong-pembentukan-dewan-media-sosial
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Jurnalis Indonesia (Ketum PP IKAJI) Rommy Fibri (tengah berseragam IKAJI) setelah mendeklarasikan berdirinya organisasi wartawan IKAJI, foto bersama sejumlah tokoh nasional di gedung Radio Republik Indonesia (RRI), di Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2023). (Sumber: Dok Ikatan Jurnalis Indonesia (IKAJI))
Penulis : Deni Muliya | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ikatan Jurnalis Indonesia (IKAJI) baru saja dideklarasikan di Gedung Radio Republik Indonesia (RRI), di Jakarta Pusat, pada Rabu (13/12/2023). Organisasi kewartawanan ini fokus memberi perhatian terhadap tiga isu besar, yakni profesionalisme, bisnis, dan etika.

Baca Juga: Temui Dewan Pers, AMSI Pertanyakan Kelanjutan Regulasi Publisher Rights di Indonesia

Ketua Umum Pengurus Pusat (Ketum PP) IKAJI, Rommy Fibri mengatakan, ada tiga hal di era digitalisasi yang sekarang dihadapi industri media. Pertama adalah masalah profesionalitas. 

“Profesionalitas ini menghinggapi semua lini. Sekarang ini semua dicampur aduk, hal sifatnya baru informasi belum tentu benar dan salah, sudah langsung diposting, naik cetak, mengudara,” terangnya saat memberikan sambutan dalam acara Deklarasi IKAJI di Gedung RRI, Jakarta Pusat, kemarin.

Menurut Rommy, informasi itu disebar tanpa adanya proses verifikasi, sehingga banyak berita hoaks yang tersebar dan menghinggapi masyarakat luas. 

Tidak ada tahapan kroscek, tapi langsung di-forward. Mereka merasa bertanggung jawab memberikan informasi sesegara mungkin kepada orang lain, padahal berita itu belum tentu benar.

“Karena merasa bertanggung jawab untuk memberi info sesegera mungkin kepada kawan-kawan kita, padahal itu belum tentu benar. Profesionalitas ini menghinggapi kita semua. Aspek kelemahan dari yang paling berat soal profesionalitas adalah soal verifikasi,” bebernya.

Isu kedua adalah aspek bisnis. Rommy mengatakan, bisnis media sudah berubah. Banyak perusahaan media yang muncul. 

“Dulu kalau mau bikin media, berpikir seribu kali. Kenapa? Duit modalnya berapa? Kantornya dimana?. Nanti kalau cetak, kalau ini media cetak, percetakannya berapa, omzetnya berapa?. Nanti belum karyawan dan sebagainya,” ungkapnya.

Jadi, landscape bisnis media sudah berubah. Modal untuk membuka usaha, tidak sebesar seperti dulu. Untuk “pembayaran” para karyawan, bahkan bisa menggunakan konsensi. 

Padahal, aspek kesejahteraan wartawan itu sangat penting. Karena tidak ada kesejahteraan, maka yang diproduksi bukan berita yang berkualitas, tapi informasi yang tidak dan belum terverifikasi.

Akhirnya, lanjut Rommy, banyak aduan yang masuk ke Dewan Pers terkait produk jurnalistik yang tidak berkualitas.  

“Ini nanti kasihan teman-teman di KPI, konten di TV, termasuk Dewan Pers juga. Banyak aduan ke Dewan Pers, karena beritanya begini-begini dan segala macam. Ini menjadi tantangan kita bersama,” paparnya.

Baca Juga: Terjadi Pemukulan terhadap Jurnalis KompasTV pada Acara Golkar, Apa Kata Dewan Pers?

Selanjutnya, isu yang ketiga adalah aspek etika. Sekarang semuanya menjadi pengguna media sosial. 

Di ranah komunikasi, media sosial adalah new media yang menjadi bagian dari komunikasi massa. 

Sayangnya, kata Rommy, aturan terkait medsos sampai sekarang tidak jelas. 

“Iklan itu siapa yang ngatur. Kita lagi enak-enak searching dan browsing tiba-tiba muncul produk obat kuat atau apa lah, waduh saya nggak tega. Siapa yang ngatur ini, etikanya di mana ini? Belum lagi ada aspek medsos melakukan e-commerce, dan hari ini semarak,” ujarnya.

Rommy mengatakan, yang paling teknis dan sepele adalah soal penagihan pinjol. 

Banyak orang sudah menjadi korban. Bahkan, mereka ada yang bunuh diri, karena tidak tahan dengan cara penagihan pinjol. 

“Ini nggak ada yang ngatur, siapa yang ngatur? Masa semua kasus larinya ke kriminal polisi, ya numpuk nanti di kantor polisi. Kalau memang ini kita atur secara regulasi, menjadi bagian dari media, media sosial. Ini menjadi catatan,” ungkapnya.

Untuk itulah, IKAJI mendorong segera dibentuk Dewan Media Sosial (DMS) di Indonesia untuk mengakomodasi persoalan tersebut. 

Dewan Media Sosial bukan hanya berisi para jurnalis, tapi juga ada beberapa ahli. Yaitu, ahli iklan, ahli psikologi, dan ahli lainnya. 

“Memori kita bukan hanya urusan berita. Era digitalisasi urusannya bukan cuma berita. Tapi kasus-kasus e-commerce, kasus-kasus jual beli online. Kasus bisnis online juga harus diatur. Ini menjadi konsen IKAJI,” ujar Rommy.

Baca Juga: Dewan Pers Sayangkan Pengesahan UU KUHP: Ancam Kemerdekaan Pers dan Demokrasi

Sebagai informasi, deklarasi IKAJI dihadiri sejumlah pejabat dan tokoh penting, di antaranya adalah Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ubaidillah.

Lalu ada Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) H. M. Nasir, Ketua Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) Piyu Padi, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad, Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah Prof Muchlas MT, dan tokoh lainnya.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x