JAKARTA, KOMPAS.TV – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) idealnya menjadi oposisi dan tidak berada di dalam pemerintahan jika Prabowo-Gibran menjadi presiden.
Maksudnya agar pemerintah mendapat kontrol kuat dari parlemen.
Analisis itu disampaikan oleh Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Sutta Dharmasaputra, saat deklarasi hasil hitung cepat atau quick count Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 oleh Litbang Kompas, Kamis (15/2/2024).
Sutta menyebut, jika melihat berdasarkan hasil hitung cepat yang dilakukan oleh Litbang Kompas, belum diketahui partai politik yang bakal mendapatkan kursi terbesar di DPR RI.
“Kita tidak tahu partai mana nanti yang mendapatkan kursi terbesar. Kalau dilihat dari perolehan suara terbanyak adalah PDI Perjuangan, kemudian nomor dua Golkar, dan ketiga Gerindra,” ucapnya.
Baca Juga: Peran Jokowi Pengaruhi Suara Pemilih di Jawa Timur
Partai yang memperoleh suara terbesar dalam pemilu legislatif, lanjut Sutta, belum tentu otomatis memperoleh kursi terbanyak.
Sebab, perhitungan jumlah kursi di DPR ditentukan oleh dapil, dan setiap dapil mempunyai pehitungan sendiri.
“Partai-partai yang memiliki sebaran perolehan suara cukup masif di banyak capil boleh jadi dia bisa akan mendapatkan kursi yang jauh lebih banyak ketimbang partai politik yang mendapatkan suara besar tetapi hanya di basis-basis tertentu," katanya.
Saat ditanya, mana yang lebih baik bagi PDIP, bergabung di pemerintahan Prabowo-Gibran atau menjadi oposisi, Sutta menyebut sebaiknya PDIP menjadi oposisi.
“Idealnya adalah PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan,” jawabnya.
Jika PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan, mereka bisa memberikan kontrol yang sangat ketat terhadap apa yang dilakukan pemerintah.
“Saya yakin pemerintah juga perlu mendapatkan kontrol yang sangat kuat dari parlemen," tuturnya.
Sebelumnya dalam kesempatan itu, Sutta menjelaskan, ada delapan parpol yang meraih lebih dari empat persen suara di TPS sampel hitung cepat Litbang Kompas.
Baca Juga: Perjalanan Pemilu 2024 Belum Usai, Mari Awasi dan Kawal Proses Rekapitulasi KPU
Kedelapan partai politik tersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 16,29 persen, Partai Golkar 14,65 persen, Partai Gerindra 13,55 persen, PKB 10,83 persen, Nasdem 9,75 persen.
“Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 8,45 persen, Demokrat 7,61 persen, Partai Amanat Nasional 7,06 persen, dengan tetap memperhatikan margin error plus minus 1 persen,” ucapnya.
“Tentunya kita masih menunggu hasil rekapitulasi dan pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum,” ujarnya.
Hitung cepat Litbang Kompas tersebut menggunakan 2 ribu TPS sampel dengan margin error di angka satu persen, dan dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas.
Hasil dari hitung cepat tersebut bukan merupakan hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.