Kompas TV nasional humaniora

Kisah Kesehatan di Awal Kemerdekaan (IV-Habis): Kusta, Antara Takhayul dan Menuju Indonesia Modern

Kompas.tv - 20 April 2024, 06:30 WIB
kisah-kesehatan-di-awal-kemerdekaan-iv-habis-kusta-antara-takhayul-dan-menuju-indonesia-modern
Salah satu penyakit yang melanda masyarakat Indonesia di awal kemerdekaan adalah kusta alias lepra. (Sumber: fk.ui.ac.id)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Edy A. Putra
Salah satu penyakit yang melanda masyarakat Indonesia di awal kemerdekaan adalah kusta alias lepra. (Sumber: fk.ui.ac.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Salah satu penyakit yang melanda masyarakat Indonesia di awal kemerdekaan adalah kusta alias lepra.

Pada awal tahun 1950-an, di Indonesia terdapat 80 ribu pasien kusta, dan hanya seperdelapannya saja yang menerima pengobatan di leproseri dan poliklinik. 

Vivek Neelakantan, dalam buku "Memelihara Jiwa-Raga Bangsa" (penerbit Kompas), menyebutkan bahwa lepra bukan saja berkaitan dengan kondisi kesehatan, tapi juga hilangnya produktivitas ekonomi.

Kisah pemberantasan kusta di tanah air pun seperti memberantas takhayul melalui kesadaran sains. Sebab, "Banyak pasien kusta di Indonesia menghubungkan penyakit ini dengan kehendak Tuhan atau hasil perbuatan dosa dalam hidup seseorang."

Baca Juga: Hari Kusta Internasional: Kusta Renggut Masa Remajaku (2)

Tidak heran, gambaran mengerikan dari penyakit kusta yang dibatinkan oleh masyarakat atau gagasan bahwa kusta adalah penyakit menular, menimbulkan ketakutan. 

Para dokter yang melakukan penelitian dan berfokus pada penyakit ini, seperti Sardjito, Achmad Mochtar, Soetopo, J. Sitanala dan Boenjamin, dalam semangat revolusi, menilai upaya kontrol dan penyembuhan atas penyakit ini bukan hanya murni sebatas urusan medis belaka.

Tapi juga upaya nasional yang berfokus pada transformasi Indonesia menjadi masyarakat modern berdasarkan ilmu pengetahuan. 

Boenjamin yang lulus dari Nederlandsch Indisch Artsen (NIAS) Surabaya pada 1926 dan menjadi direktur Lembaga Kusta di Jakarta (1945-1959), menemukan bahwa kusta paling sering ditularkan melalui kontak tempat tidur antara individu penyandang kusta dan non-kusta.

Dia berpendapat kusta sebagai penyakit sosial, selain mencegah penularan, perlu juga dilakukan rehabilitasi bagi yang sudah sembuh. Mereka harus kembali berbaur dengan masyarakat melalui program terapi kerja. 

Baca Juga: Hari Kusta Internasional: Kusta Renggut Masa Remajaku (1)

Boenjamin pun menganjurkan pendekatan agama kepada para pasien, yaitu dengan menghilangkan pandangan bahwa kusta adalah kutukan Tuhan dan membangun kembali rasa percaya diri pasien.

Bagi Menteri Kesehatan pada era tahun 1961, Satrio, merehabilitas pasien kusta adalah bagian dari program rekonstruksi nasional yang lebih luas.


 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x