YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Lebih dari 90 persen perajin dan industri tekstil di Indonesia menggunakan pewarna sintetis.
Hal ini menggungah sekelompok tim peneliti yang tergabung dalam kelompok riset Indonesia Natural Dye Institute Universitas Gadjah Mada (INDI-UGM).
Mereka melakukan program hilirisasi produk purwarupa atau teknologi bersama dengan mitra CV Karui Jayapura dengan membangun mini plant produksi serbuk pewarna alami dari limbah industri penggergajian kayu Merbau di Papua.
“Limbah dari hasil hutan ini sangat potensial digunakan sebagai sumber bahan baku industri pewarna alami,” ujar Ketua Tim INDI UGM Edia Rahayuningsih, seusai peresmian mini plant pewarna alami di ruang multimedia, Gedung Pusat UGM, Selasa (22/2/2022).
Baca Juga: Mengenal Pewarna Alami Tekstil dari Berbagai Tanaman dan Buah
Menurut Edia, produk samping dan limbah dari hasil hutan di papua bisa mencapai 20 sampai 40 persen dari total massa pohon.
Sayangnya, selama ini limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal dan dibuang begitu saja ke lingkungan atau dibakar sehingga menjadi masalah lingkungan.
Melalui pendanaan dari Kemendikbud Ristek, ia telah mengirim alat untuk miniplant ini bersumber dari Program Dana Padanan atau Matching Fund ke Papua.
INDI UGM telah memproduksi alat untuk pengolahan serbuk alami tersebut yang dikelola oleh CV Karui Jayapura.
“Serbuk pewarna alami ini bisa mencapai 1,4 kuintal per hari karena bahan baku melimpah,” ucapnya.
Selain dari bahan baku Merbau di Papua, menurut Edia, pewarna alami juga bisa dibuat dari bahan baku yang berasal dari tanaman indigofera, limbah kakao, limbah sawit, dan limbah kulit kayu mangrove.
Edia berharap mini plant produk serbuk pewarna alami pewarna alami bisa dikembngkan ke tahap komersialisasi dari dukungan pemerintah, industri dan komunitas agar bisa digunakan oleh para pengrajin batik, industri tekstil, dan mendukung program SDGs.
Baca Juga: Kreasi Batik Pewarna Alami dari Daun dan Empon-empon
Rektor UGM Panut Mulyono mengapresiasi peresmian dimulainya produk serbuk pewarna alami yang berlokasi di Jayapura, Papua sehingga bisa menggerakkan perekonomian masyarakat Papua.
Masyarakat bisa memasok bawah baku pewarna alami untuk perajin batik dan industri tekstil.
“Pewarna alami ini bisa menjadi substitusi dari pewarna sintetis dan harapannya bisa menjadi pengeksporuntuk pewarna alami,” kata Panut.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.