Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Harga Minyak Goreng Melambung, Pemerintah Sebut CPO, YLKI Curiga Kartel

Kompas.tv - 12 Januari 2022, 15:29 WIB
harga-minyak-goreng-melambung-pemerintah-sebut-cpo-ylki-curiga-kartel
Kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) jadi salah satu penyebab naiknya harga minyak goreng. (Sumber: KONTAN.CO.ID)
Penulis : Dina Karina | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Perdagangan menyatakan, pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama harga minyak goreng terus naik. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan mengatakan, produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) menurun drastis akibat pandemi.

Pandemi juga menyebabkan arus pengiriman barang terganggu. Ditambah lagi menurunnya produksi CPO Malaysia, yang merupakan produsen CPO terbesar kedua di dunia.

"Selain itu, juga rendahnya stok minyak nabati lainnya, seperti adanya krisis energi di Uni Eropa, Tiongkok, dan India yang menyebabkan negara-negara tersebut melakukan peralihan ke minyak nabati. Faktor lainnya, yaitu gangguan logistik selama pandemi Covid-19, seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal," tutur Oke kepada media, beberapa waktu lalu.

Karena harga CPO sebagai bahan baku naik, maka harga minyak goreng juga terus naik. Oke juga menjelaskan, jika sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO.

Baca Juga: Minyak Goreng Subsidi Rp14.000/Liter Bisa Dibeli Mulai Akhir Pekan Ini, di Mana Saja Mendapatkannya?

"Dengan entitas bisnis yang berbeda, tentunya para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri, yaitu harga lelang KPBN Dumai yang juga terkorelasi dengan harga pasar internasional," kata Oke.

"Akibatnya, apabila terjadi kenaikan harga CPO internasional, maka harga CPO di dalam negeri juga turut menyesuaikan harga internasional," lanjutnya.

Namun, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) punya pandangan lain, soal penyebab naiknya harga minyak goreng. YLKI menduga ada praktik kartel di balik hal itu.

Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit di pasar global.

Baca Juga: Pemerintah Malaysia Subsidi Minyak Goreng, Harganya Cuma Rp8.500/Kg

"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus kepada Kompas TV, Rabu (12/1/2022).

Ia menilai, indikasi kartel terlihat dari kenaikan harga minyak secara serempak dalam waktu bersamaan. Apalagi minyak goreng yang beredar di pasaran, dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar. 

"Kalau kartel pengusaha bersepakat, bersekongkol menentukan harga yang sama sehingga tidak ada pilihan lain bagi konsumen," ucapnya.

Biasanya, kenaikan harga terjadi karena permintaan juga tinggi. Namun kini momen Natal dan Tahun Baru sudah terlewati, harga masih belum turun.

Baca Juga: Aset Tommy Soeharto Senilai Rp2,4 Trilun Enggak Laku Dilelang

Apalagi Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia, sehingga seharusnya bisa lebih mudah mengatur harga. Tulus menyebut, untuk pasar ekspor produsen minyak sawit bisa berpatokan pada harga internasional.

Namun untuk domestik, seharusnya bisa ditentukan yang lebih terjangkau. Begitu juga harga minyak goreng yang harusnya mengacu pada harga eceran tertinggi (HET), yang sudah ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," kata Tulus.

Ia menambahkan, menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri mencedarai konsumen. Karena perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema hak guna usaha (HGU).

Baca Juga: Erick Thohir: Garuda Suka Beli Pesawat Sebelum Tentukan Rute Penerbangan

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel. Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Soal kenaikan harga karena alasan banyaknya pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi alias tidak memiliki kebun sawit juga tidak masuk akal. 

Ini karena hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan kelapa sawit. Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak. 




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x