Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Wajib Sertifikasi Halal Ditunda ke 2026, Pemerintah Matangkan Persiapan hingga Anggaran

Kompas.tv - 16 Mei 2024, 18:36 WIB
wajib-sertifikasi-halal-ditunda-ke-2026-pemerintah-matangkan-persiapan-hingga-anggaran
Ilustrasi. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, penundaan pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman usaha mikro dan kecil (UMK) adalah bentuk keberpihakan pemerintah kepada usaha kecil. (Sumber: Kementerian BUMN)
Penulis : Dina Karina | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, penundaan pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman usaha mikro dan kecil (UMK) adalah bentuk keberpihakan pemerintah kepada usaha kecil. 

Adapun pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman UMK yang awalnya 18 Oktober 2024 menjadi Oktober 2026. 

Presiden Joko Widodo memutuskan hal ini dalam Rapat Terbatas yang dihadiri sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju pada 15 Mei 2024 di Istana Presiden, Jakarta.

“Kebijakan penundaan kewajiban sertifikasi halal produk makanan dan minuman UMK ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pelaku UMK. Dengan penundaan ini, pelaku UMK diberi kesempatan untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) dan mengajukan sertifikasi halal sampai Oktober 2026,” kata Yaqut di Jakarta, dikutip dari laman resmi Kemenag, Kamis (16/5/2024).

Baca Juga: Pemerintah Tunda Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Halal UMKM hingga 2026

“Keputusan ini juga untuk melindungi pelaku usaha, khususnya UMK, agar tidak bermasalah secara hukum atau terkena sanksi administratif,” sambungnya.

Selain produk UMK yang terkategori self declare, misalnya produk usaha menengah dan besar, menurut Menag, kewajiban sertifikasi halalnya tetap diberlakukan mulai 18 Oktober 2024.

Kewajiban sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Pasal 140 regulasi ini mengatur penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasit sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 oktober 2024.

Baca Juga: 100.000 Jemaah Umrah Indonesia Belum Kembali ke Tanah Air, Kemenag Sebut Visa Berlaku sampai 23 Mei

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Muhammad Aqil Irham menambahkan, seiring adanya penundaan itu, pihaknya akan segera membahas hal teknisnya dengan Kementerian terkait

“Kita akan bahas dan siapkan bersama payung hukumnya,” ujar Aqil Irham.

Ia menerangkan, penundaan kewajiban sertifikasi halal ini juga memberikan waktu bagi pemerintah untuk mengintensifkan sinergi dan kolaborasi antar Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah (Pemda).

Serta para stakeholder terkait untuk fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal, pendataan, layanan yang terintegrasi, dan pembinaan serta edukasi sertifikasi halal. 

Pemerintah juga perlu mempersiapkan penganggaran yang cukup untuk fasilitasi sertifikasi halal UMK melalui program self declare. 

Baca Juga: Starlink Milik Elon Musk Masuk Indonesia, Ini Respons Telkom dan XL Axiata

Sebab, selama ini BPJPH mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitasi sertifikasi halal self declare bagi pelaku UMK, di mana per tahun hanya dapat membiayai 1 juta sertifikat halal.

“Keterbatasan ini sangat kami rasakan, terutama pada 2023 dan 2024, di mana kuota selalu terlampaui karena antusiasme pelaku usaha khususnya UMK untuk mendapatkan sertifikat halal gratis,” tuturnya. 

BPJPH akan memanfaatkan penundaan kewajiban ini untuk secara terus melakukan sosialisasi, edukasi, serta penguatan literasi dan publikasi kewajiban sertifikasi halal bagi pelaku UMK.

Hal itu diharapkan dapat meningkatkan kesadaran atau awareness pelaku UMK terhadap pentingnya sertifikasi halal.

Baca Juga: Biaya Haji Plus 2024 dalam Rupiah dan Cara Mengurusnya, Waktu Tunggu Hanya 4 sampai 7 Tahun

Ia menyebut, pemerintah selama ini telah memberikan banyak kemudahan kepada pelaku usaha dalam mengurus sertifikasi halal.

Misalnya, tarif sertifikasi halal yang murah, fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal gratis bagi UMK, penataan kewenangan yang lebih baik, proses layanan yang lebih cepat melalui digitalisasi layanan sertifikasi halal, serta pemangkasan SLA dari 90 hari menjadi 21 hari.

Pemerintah juga telah membangun ekosistem halal, antara lain dengan memperbanyak Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dari 1 menjadi 72 LPH, serta terbentuknya 17 Lembaga Pelatihan Jaminan Produk Halal yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Selain itu, saat ini sudah ada 248 Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H).

Penguatan SDM layanan juga terus dilakukan dengan melatih 94.711 Pendamping Proses Produk Halal (P3H), 1.220 Auditor Halal yang berada pada 72 LPH, dan 7.878 Penyelia Halal.



Sumber :



BERITA LAINNYA



Close Ads x