WASHINGTON, KOMPAS.TV - Tak banyak yang tahu, peneliti China telah menemukan virus Corona dengan ciri sama dengan Covid-19 pada akhir 2017. Ketika itu, diplomat Amerika Serikat untuk China telah mengetahui penemuan ini dan Washington mengabaikan peringatan mereka.
Pada akhir 2017, pejabat tinggi bidang kesehatan dan sains di Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat di Beijing menghadiri konferensi ilmu pengetahuan. Mereka ikut menyimak sebuah presentasi dari tim peneliti China dari laboratorium Institusi Virologi Wuhan (WIV).
Mengutip Politico, tim WIV ini telah meneliti topik soal kumpulan informasi genetik kelelawar yang terkait wabah corona SARS. Inisiatif penelitian ini dibiayai Institusi Kesehatan Amerika (NIH) untuk mengetahui penyebab wabah SARS pada 2002 dan mencegah wabah Corona pada masa depan.
Baca Juga: CDC: Dua Minggu setelah Dosis Kedua Vaksin Covid-19 Dapat Berkumpul Tanpa Masker
Diplomat Amerika saat itu tertarik dengan temuan tim peneliti, yaitu tiga virus dengan ciri unik. Ketiga virus itu sama-sama mengandung spike protein yang memiliki kemampuan baik mengaitkan virus pada reseptor di paru-paru manusia.
Singkatnya, tiga virus ini sama-sama mudah menular pada manusia. Ini berbahaya bagi manusia.
Untuk diketahui, virus Covid-19 juga memiliki ciri sama.
Para pejabat itu baru mengetahui keberadaan virus ini berada di laboratorium WIV. Saat itu, Laboratorium itu baru dibangun. Status laboratorium itu disebut BSL-4. Artinya, potensi bahayanya ekstrem.
Mengetahui pentingnya penemuan ini, para diplomat ini memutuskan mengirim tiga tim sepanjang akhir 2017 hingga awal 2018 untuk menemui para peneliti di lab Wuhan. Salah satu peneliti yang mereka temui adalah Shi Zhengli, peneliti yang berpengalaman mempelajari virus corona di tubuh kelelawar.
Hasil kunjungan itu mengejutkan, tim peneliti China mengaku lab Wuhan tak memiliki teknisi yang terlatih untuk mengoperasikan tempat sepenting itu.
Pada 2018, para diplomat Amerika itu bersurat dengan pemerintah pusat Amerika Serikat di Washington. Mereka meminta Amerika membantu lab Wuhan itu memenuhi standar keamanan tertinggi.
Mereka juga memperingatkan bahaya virus corona baru dari kelelawar yang dapat dengan mudah menular pada manusia. Sebagai langkah tambahan, para diplomat itu tak merahasiakan surat telegram itu agar lebih banyak orang yang mengetahuinya.
Namun, Kementerian Dalam Negeri Amerika mengabaikan peringatan itu. Mereka juga tak mengumumkan temuan itu.
Belakangan, temuan itu terlupakan karena hubungan Amerika-China memanas sepanjang 2018. Para diplomat Amerika itu tak bisa lagi mengakses lab Wuhan.
Baca Juga: Jokowi Ingatkan Pengembangan dan Pembuatan Vaksin Harus Ikuti Prosedur dan Kaidah Ilmiah
Meski begitu, perlu dicatat, virus Corona ini bukan buatan manusia.
“Sampai hari ini, sebagian besar ilmuwan setuju bahwa virus itu tidak “direkayasa” untuk menjadi mematikan; SARS-CoV-2 [penyebab Covid-19, red] tidak menunjukkan bukti manipulasi genetik langsung. Selain itu, lab WIV telah menerbitkan beberapa penelitiannya tentang virus Corona di kelelawar yang dapat menginfeksi manusia — bukan tingkat kerahasiaan yang Anda harapkan untuk program senjata sembunyi-sembunyi,” tulis Josh Rogin, kolumnis Washington Post di Politico.
Akan tetapi, Rogin mengakui, tidak ada bukti yang cukup di kalangan intelijen Amerika terkait hubungan Covid-19 dengan penemuan 3 virus Corona pada 2017.
“Tapi ketiadaan bukti bukanlah bukti ketidakhadiran,” tegas Rogin.
Pakar virus Corona di Lab Wuhan, Shi Zhengli sendiri sejak lama membantah Covid-19 berasal dari Wuhan, Provinsi Hubei, China. Pada 2020 ia sempat memberi keterangan pada Science Mag.
“Kami telah melakukan pengawasan virus kelelawar di Provinsi Hubei selama bertahun-tahun, tetapi belum menemukan ada kelelawar di Wuhan atau bahkan Provinsi Hubei membawa virus Corona yang terkait erat dengan SARS-CoV-2,” tegas Shi.
Ia pun menyoroti kemungkinan kelewar dari Provinsi Yunnan sebagi penular Covid-19. Namun, tak ada bukti jelas soal ini.
“Saya kira yang Anda maksud adalah gua kelelawar di kota Tongguan, daerah Mojiang, Provinsi Yunnan. Hingga saat ini, tidak ada warga sekitar yang terinfeksi virus Corona. Demikian, klaim itu yang disebut "pasien pertama" tinggal di dekat area pertambangan dan kemudian pergi ke Wuhan adalah palsu,” kata Shi.
Baca Juga: Sebuah Gunung Emas Ditemukan di Kongo, Video Viral Ini Jadi Bukti
Pada akhirnya, Rogin mengatakan, pembuktian soal temuan ini harus menunggu ketebukaan China. Namun, ia pesimis.
“Sangat sedikit transparansi, tidak mungkin bagi pemerintah AS untuk membuktikannya,” tulis Rogin.
“Kami mencoba memperingatkan bahwa lab itu adalah bahaya yang serius. Harus saya akui, saya pikir itu mungkin akan jadi wabah seperti SARS. Jika saya tahu itu akan menjadi pandemi terbesar dalam sejarah manusia, saya akan membuat keributan yang lebih besar," kata diplomat Amerika sumber Rogin yang meminta namanya dirahasiakan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.