SUMY, KOMPAS.TV - Tentara Ukraina ternyata kelelahan dalam menghadapi Rusia, yang kini mendapatkan bantuan dari tentara Korea Utara.
Seorang tentara Ukraina bahkan ingin agar perang segera berakhir.
Tentara Ukraina di Kursk berusaha mempertahankan ratusan kilometer persegi wilayah Rusia yang mereka rebut pada Agustus lalu.
Baca Juga: Kontroversial, Trump Pecat Pejabat Pengawas Pemerintahan AS, Diyakini Tindakan Ilegal
Yang lain, menggambarkan mereka menghadapi gelombang serangan tanpa henti dari tentara Korea Utara, unit Rusia dengan taktik yang berkembang, dan kesulitan Ukraina dengan kelelahan dan moral yang semakin menurun
“Saya sejujurnya berpikir kami tak akan bisa bertahan lama,” kata Chapi, seorang tentara asing Ukraina di Sumy, sekitar 15km daru pernatasan Rusia, kepada CBC, Jumat (24/1/2025).
Chapi sendiri merupakan nama sandinya, yang sesuai dengan aturan militer Ukraina.
Ia dan anggota unit penyerangnya menggambarkan situasi di Kursk semakin buruk.
Menurutnya, di sana tak ada cukup tentara dan senjata untuk menghadapi militer Rusia yang diperkuat ribuan tentara Korea Utara terlatih.
Ketika Ukraina merebut Kursk dalam serangan mendadak Agustus lalu, hal itu membangkitkan semangat militer dan masyarakat Ukraina yang lelah melihat Rusia terus merebut wilayah di Tenggara negara itu
Namun selama beberapa bulan terakhir, Ukraina telah kehilangan wilayah yang direbutnya.
Chapi sendiri telah bertempur di Ukraaina sejak 2022, dan mengatakan dengan militer yang kekurangan pasukan, dan orang-orang yang dimobilisasi, serta kurang pengalaman untuk mengisis kekosongan di garis depan, pembicaraan damai tak akan cukup cepat untuk dilakukan.
Chapi mengatakan terakhir kali ia merasa ketakutan seperti ini adalah saat pertempuran Bakhmut, yang terjadi nyaris setahun.
Ketika itu, Rusia mengirimkan gelombang tentara bayaran Wagner, dan tahanan yang dijadikan tentara dan dikirim ke medan perang.
Ia mengatakan, yang berbeda kali ini adalah tentara Korea Utara terlatih lebih baik.
Serta perang drone menjadi lebih maju, sehingga ancaman udara menjadi sesuatu yang terus menerus.
Pejabat Ukraina sendiri mengatakan mereka merebut Kursk untuk menciptakan zona penyangga.
Saat ini Presiden AS Donald Trump mendorong agar perang segera di akhir.
Ada spekulasi bahwa Kursk akan menjadi salah satu alat tawa-menawar, namun hanya jika Ukraina bisa bertahan.
Baca Juga: Trump Ancam Putin, Bakal Berlakukan Sanksi Berat jika Rusia Tak Hentikan Perang di Ukraina
Chapi mengatakan banyak tentara di garis depan kini tak memiliki kaliber yang sama dengan sebelumnya.
Ketimbang menjadi sukarelawan, mereka dipaksa berperang sebagai wajib militer.
“Banyak dari pria itu tak ingin ada di sana. Mereka hanya ingin selamat dari perang,” ucapnya.
Sumber : CBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.