WASHINGTON, KOMPAS.TV — Para ahli penerbangan menggambarkan wilayah udara di sekitar Washington, D.C., Amerika Serikat (AS) padat dan kompleks. Kondisi ini ternyata telah lama dikhawatirkan oleh para ahli penerbangan dan diprediksi dapat menimbulkan bencana.
Kekhawatiran tersebut terwujud pada Rabu (29/1/2025) malam ketika sebuah pesawat American Airlines bertabrakan dengan helikopter militer, yang merenggut nyawa 67 orang, termasuk tiga tentara dan lebih dari selusin atlet seluncur indah.
Bahkan menurut para ahli, dalam kondisi penerbangan yang ramai, wilayah udara di sekitar Bandara Nasional Reagan Washington dapat menjadi tantangan bagi pilot paling berpengalaman sekalipun. Bandara itu harus menavigasi ratusan pesawat komersial, pesawat militer, dan area terlarang di sekitar lokasi yang sensitif.
"Ini adalah bencana yang menunggu untuk terjadi," kata Ross Aimer, seorang kapten United Airlines yang sudah pensiun dan Kepala Eksekutif Aero Consulting Experts.
"Kami yang sudah lama berkecimpung di bidang ini telah berteriak-teriak di dalam kekosongan bahwa hal seperti ini akan terjadi, karena sistem kami sudah sangat kewalahan," ujarnya seperti dikutip dari The Associated Press.
Baca Juga: 40 Jasad Korban Tewas Pesawat yang Jatuh ke Sungai Potomac Sudah Ditemukan, Belum Ada yang Selamat
Hingga kini, belum ada informasi mengenai penyebab tabrakan tersebut. Tetapi, para pejabat mengatakan kondisi penerbangan aman saat pesawat tersebut tiba dari Wichita, Kansas.
Para penyelidik telah mulai memeriksa setiap aspek kecelakaan, termasuk pertanyaan tentang mengapa helikopter Black Hawk milik Angkatan Darat itu berada 100 kaki atau sekitar 30 meter di atas ketinggian yang diizinkan dan apakah menara pengawas lalu lintas udara memiliki staf yang memadai.
Sebuah laporan Badan Penerbangan Federal yang diperoleh The Associated Press menggambarkan tingkat staf yang "tidak normal” untuk waktu dan volume lalu lintas pada saat itu.
Sementara itu, para ahli dan beberapa anggota parlemen mengatakan mereka khawatir wilayah udara akan semakin padat setelah keputusan Kongres tahun lalu untuk melonggarkan pembatasan yang mengatur lalu lintas dan rute bandara.
Tahun lalu, anggota parlemen mengizinkan maskapai penerbangan untuk meluncurkan rute baru ke tujuan seperti Seattle dan San Francisco. Rencana tersebut memicu perdebatan sengit antara kemacetan versus kenyamanan yang dialami Bandara Nasional Ronald Reagan.
Beberapa legislator menggembar-gemborkan rute penerbangan baru ke negara bagian asal mereka, sementara yang lain memperingatkan potensi tragedi yang mungkin akan terjadi.
Pesawat komersial yang terbang untuk masuk dan keluar dari Bandara Nasional Ronald Reagan telah lama harus berhadapan dengan helikopter militer. Terkadang, mereka harus melintasi wilayah udara yang sama dalam jarak yang terkadang cukup dekat.
“Bahkan jika semua orang melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan, Anda hanya memiliki jarak beberapa ratus kaki dengan pesawat yang akan mendarat. Selain itu, ada banyak helikopter di sepanjang rute itu,” kata Jim Brauchle, mantan navigator Angkatan Udara AS dan pengacara penerbangan.
"Kondisi itu tidak meninggalkan banyak ruang untuk kesalahan,” tambahnya.
Pilot telah lama memperingatkan tentang "skenario mimpi buruk" di dekat bandara dengan pesawat jet komersial dan helikopter militer yang sering berpapasan. Ketika malam dan lampu kota menyala, sangat sulit membedakan lampu yang ada di darat dengan lampu pesawat.
Pilot Garda Nasional Angkatan Darat AS yang sudah pensiun, Darrell Feller, mengatakan tabrakan mematikan itu mengingatkannya pada sebuah insiden yang dialaminya satu dekade lalu ketika ia menerbangkan helikopter militer di sepanjang Sungai Potomac dekat Bandara Nasional Ronald Reagan.
Seorang pengawas lalu lintas udara menyarankannya untuk waspada terhadap pesawat jet yang akan mendarat di Landasan Pacu 3-3.
Feller mengatakan, dia tidak dapat melihat pesawat yang datang, karena adanya lampu-lampu kota dan mobil-mobil di jembatan yang berada di darat. Ia segera turun, meluncur hanya 50 kaki di atas air untuk memastikan pesawat yang turun akan lewat di atasnya.
"Saya tidak dapat melihatnya. Saya kehilangan dia di tengah lampu kota,” Feller, yang pensiun dari Angkatan Darat pada tahun 2014, Kamis (30/1). “Itu benar-benar membuat saya takut.”
Pengalaman Feller sangat mirip dengan apa yang menurut para ahli mungkin terjadi pada awak helikopter Angkatan Darat pada Rabu sesaat sebelum pukul 9 malam saat mereka terbang ke selatan di sepanjang Sungai Potomac dan bertabrakan dengan Penerbangan 5342 American Airlines yang mendarat di Landasan Pacu 3-3.
Saat pesawat American Airlines mendekati bandara, pengontrol lalu lintas udara bertanya kepada pilotnya apakah mereka dapat mendarat di Landasan Pacu 3-3, dan bukan di landasan pacu utara-selatan yang lebih panjang dan lebih sibuk. Pilot pesawat kemudian menuju tepi timur Sungai Potomac sebelum kembali ke sungai untuk mendarat di landasan 3-3.
Baca Juga: Atlet, Mahasiswa, Pemburu, dan Tentara Termasuk di Antara Korban Tewas Tabrakan Pesawat di AS
Kurang dari 30 detik sebelum kecelakaan, pengontrol lalu lintas udara bertanya kepada helikopter Angkatan Darat apakah mereka melihat pesawat American Airlines, dan pilot militer itu menjawab bahwa dia melihatnya. Pengontrol lalu mengarahkan Black Hawk untuk melintas di belakang pesawat tersebut. Beberapa detik setelah transmisi terakhir itu, kedua pesawat dan helikopter itu bertabrakan.
Feller, yang bertugas sebagai instruktur pilot untuk Garda Nasional Washington D.C., mengatakan bahwa ia memiliki beberapa aturan bagi pilot baru untuk menghindari tabrakan seperti itu.
Ia memperingatkan mereka untuk tetap berada di bawah batas ketinggian 200 kaki yang diamanatkan untuk helikopter. Dan ia mendesak mereka untuk waspada terhadap pesawat yang mendarat di landasan 3-3 karena mereka bisa sulit dilihat.
"Lampu pendaratan pesawat itu tidak diarahkan langsung ke Anda," kata Feller, seraya menambahkan bahwa lampu-lampu itu juga sering tertukar dengan lampu yang ada di gedung dan mobil di darat.
Kecelakaan hari Rabu itu mengingatkan pada tabrakan mematikan pada tahun 1949, saat wilayah udara Washington jauh lebih sepi. Sebuah pesawat penumpang yang sedang mendekati Bandara Reagan bertabrakan dengan sebuah pesawat militer, sehingga menjatuhkan kedua pesawat ke Sungai Potomac dan menewaskan 55 orang.
Saat itu, kecelakaan tersebut adalah insiden udara paling mematikan di AS.
Jack Schonely, seorang pensiunan pilot helikopter Departemen Kepolisian Los Angeles, mengatakan bahwa dia pernah menjadi penumpang dalam penerbangan helikopter melalui Washington D.C. dan selalu merasa heran dengan betapa rumitnya penerbangan itu bagi para pilot.
“Ada dua bandara besar (di Washington D.C). Ada beberapa area terbatas. Ada pembatasan ketinggian. Pembatasan rutin, dan banyak lalu lintas udara,” katanya. “Banyak yang terjadi di area yang sempit itu,” ujarnya.
Robert Clifford, seorang pengacara penerbangan, mengatakan pemerintah AS harus menghentikan sementara penerbangan helikopter militer di wilayah udara yang digunakan oleh maskapai penerbangan komersial di dekat Bandara Nasional Ronald Reagan.
"Saya tidak habis pikir betapa jelasnya bahwa ini adalah kecelakaan yang dapat dicegah dan ini seharusnya tidak pernah terjadi," kata Clifford. "Sudah ada diskusi selama beberapa waktu tentang kemacetan yang terkait dengan (kepadatan) itu dan potensi bencana. Dan kami melihatnya kembali tadi malam," tambahnya.
Sumber : The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.