KIEV, KOMPAS.TV - Pasukan khusus Ukraina yang berperang di Kursk mengungkapkan tentara Korea Utara tak terlihat di garis depan pada 3 pekan terakhir.
Juru bicara militer Ukraina mengatakan kemungkinan mereka mundur dari garis depan karena kekalahan besar.
Pekan lalu, pejabat Barat mengungkapkan bahwa 1.000 prajurit dari 11.000 tentara Korea Utara yang membantu Rusia telah terbunuh.
Baca Juga: Rusia Klaim Rebut Satu Desa Strategis di Donetsk Ukraina
Pihak Korea Utara dan Rusia sendiri tak berkomentar apa pun terkait hal itu.
Dilaporkan BBC Internasional, juru bicara pasukan khusus Ukraina, Jumat (31/1/2025), mengatakan tak terlihatnya tentara Korea Utara hanya di area Kursk, di mana pasukannya bertempur.
Namun, sang juru bicara tak mengungkapkan seberapa panjang garis depan tersebut.
Meski begitu, hal ini diyakini sebagai kehilangan besar Korea Utara secara signifikan.
Surat kabar Amerika Sewrikat The New York Times, juga melaporkan bahwa tentara Korea Utara telah mundur dari garis depan.
Surat kabar itu mengutip pejabat AS yang mengatakan pemunduran pasukan itu mungkin bukan sesuatu yang permanen.
Bisa jadi, tentara Korea Utara akan kembali ke garis depan setelah menerima latihan tambahan atau ketika Rusia menemukan cara baru untuk mengerahkan mereka demi menghindari kerugian yang besar.
Intelijen Korea Selatan melaporkan bahwa tentara Korea Utara tak siap atas realita dari perang modern.
Mereka pun disebut begitu rapuh ketika dijadikan target dari drone Ukraina.
Hubungan antara Presiden Rusia Vladimir Putin, dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada beberapa bulan terakhir memang semakin mesra.
Keduanya telah menandatangani kerja sama keamanan dan pertahanan.
Baca Juga: Warga Korea Utara Bingung kenapa Tentara Kim Jong-Un Bantu Perang Rusia: Bukankah AS Musuhnya?
Agustus lalu, tentara Ukraina telah melancarkan serangan kilat dan menduduki sekitar 1.000km persegi area Kursk di wilayah Rusia.
Sejak itu, Rusia berhasil mengambil kembali sebagian kecil dari wilayah Kursk yang diduduki Ukraina.
Serangan kilat Ukraina bertujuan mengubah dinamika perang yang dipicu invasi Rusia pada Feburari 2024.
Sumber : BBC Internasional
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.