Kompas TV nasional hukum

Anggota Dewan Pakar PERADI: Polisi yang Lakukan Obstraction of Justice Hukumannya Diperberat

Kompas.tv - 23 Agustus 2022, 19:12 WIB
anggota-dewan-pakar-peradi-polisi-yang-lakukan-obstraction-of-justice-hukumannya-diperberat
Usaman Hamid menyebut penegak hukum termasuk polisi yang terbukti melakukan tindakan obstraction of justice seharusnya menerima pemberatan hukuman pidana. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV – Penegak hukum, termasuk personel kepolisian yang terbukti melakukan tindakan obstraction of justice, seharusnya menerima pemberatan hukuman pidana.

Penjelasan itu disampaikan oleh Usman Hamid, Dewan Pakar PERADI, dalam dialog Kompas Petang Kompas TV, Selasa (23/8/2022).

Usman membenarkan bahwa kasus penembakan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat menjadi momentum paling tepat untuk ‘bersih-bersih’ di tubuh Polri.

“Saya kira sangat tepat sekali, karena tidak ada lagi momen sebesar ini yang pernah terjadi di masa yang lalu atau ke depan, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin,” tuturnya.

Baca Juga: Ini Alasan Komnas HAM Hentikan Penyidikan Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua

Menurutnya, yang terjadi saat ini, yakni adanya 83 orang anggota kepolisian, baik perwira tinggi, perwira menengah, dan seterusnya, yang tersangkut dalam tindakan menghalangi penyelidikan, menghalangi proses hukum, harus dilihat sebagai cermin pentingnya reformasi dan ‘bersih-bersih’ Polri.

Secara umum, lanjut dia, pertanyaannya adalah, apakah 83 orang ini hanya dianggap sebagai orang-orang yang melanggar kode etik profesi? Jawabannya, lanjut dia bisa jadi iya.

“Tapi apakah hanya itu? Menurut saya, apa yang dilakukan oleh mereka adalah melanggar hukum pidana, Pasal 233 dan Pasal 52.”

Saat pembawa acara, Ni Luh Puspa menanyakan, apakah 83 anggota Polri tersebut semuanya melanggar hukum pidana, Usman menjawab, itu harus melalui pemeriksaan.

“Saya kira itu yang harus diperiksa, dan saya ragu kalau tidak ada satu pun di antara mereka yang melanggar Pasal 233 tentang pengerusakan, penghilangan barang bukti.”

“Dan yang lebih penting dari obstraction of justice itu adalah Pasal 52 KUHP, pemberatan hukuman kepada mereka yang merupakan pejabat penegak hukum,” ujarnya menegaskan.

Sebab, penegak hukum  memiliki kewenangan melakukan penyidikan, berkewajiban menegakkan hukum, menegakkan kebenaran, tapi mereka justru melakukan hal sebaliknya.

Oleh sebab itu, lanjut dia, mereka yang terlibat tidak cukup diperlakukan dengan penempatan khusus atau patsus.

Baca Juga: Pakar Peradi Sebut Terduga Pelaku Obstraction of Justice Harus Ditahan Proses Pidana

“Melainkan harus ditahan secara pidana, karena ancaman pidananya di atas 5 tahun penjara.”

“Jadi, dengan segala hormat kepada Timsus yang telah bekerja, pada pimpinan Timsus, Wakapolri, saya kira ini harus dilanjutkan ke tingkat pidana. Dengan demikian kredibilitas Timsus juga akan terjaga,” ungkapnya.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x