Kompas TV nasional peristiwa

Waspada! BNPB Sebut Frekuensi Tanah Longsor Kabupaten Bogor Tertinggi di Indonesia

Kompas.tv - 10 Oktober 2022, 18:39 WIB
waspada-bnpb-sebut-frekuensi-tanah-longsor-kabupaten-bogor-tertinggi-di-indonesia
BNPB menyebut Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan frekuensi bencana hidrometeorologi tertinggi di Indonesia, khususnya tanah longsor. (Sumber: Tangkapan layar)

BOGOR, KOMPAS.TV – Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan frekuensi bencana hidrometeorologi tertinggi di Indonesia, khususnya tanah longsor.

Penjelasan itu disampaikan oleh Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari.

Muhari menjelaskan, berdasarkan historis kejadian banjir Jabodetabek sejak 2012 hingga 2022, setiap tahun frekuensinya meningkat kecuali di tahun 2022.

Bahkan pada tahun 2021 lalu, kata dia, banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor benar-benar mendominasi frekuensi dari kejadian bencana di Jabodetabek.

“Sangat signifikan kejadian tanah longsor di Jabodetabek, khususnya di Kabupaten Bogor,” jelasnya dalam Disaster Briefing yang disiarkan di kanal Youtube BNPB, Senin (10/10/2022).

Baca Juga: Periode 3 hingga 9 Oktober BNPB Catat 70 Bencana Terjadi di Indonesia, Banjir Mendominasi

“Kabupaten Bogor merupakan kabupaten dengan frekuensi bencana hidrometeorologi paling tinggi di Indonnesia, bukan hanya di Jabodetabek,” tegasnya tanpa merinci jumlah kejadian maupun korban.

Berkaitan dengan hal itu, BNPB pun melihat kembali bagaimana bentang lahan saat ini.

“Karena pastinya kalau kita bicara tentang hidrometeorologi basah tidak lepas dari daya dukung, daya tampung lingkungan.”


 

Dalam penjelasannya, Muhari juga membahas tentang banjir di kawasan Jabodetabek, yang menurutnya dengan kondisi Indonesia saat ini, banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem terfokus di Jawa, khususnya bagian tengah ke selatan.

“Memang di Jawa bagian barat, seperti DKI, Jabodetabek, itu juga cukup intens, dalam kurun 3 sampai 9 Oktober ini ada tujuh kali kejadian banjir yang dilaporkan ke BNPB.”

“Korban terdampak, di Kota Tangsel itu cukup signifikan, pengungsi dan terdampaknya 13 ribu,” lanjutnya.

Demikian pula dengan kejadian di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan Jakarta Selatan, yang berdampak pada 4 ribu hingga 4.500 orang.

Muhari menyebut, hampir semua pihak sudah paham bahwa ada beberapa daerah aliran sungai di kawasan Jabodetabek.

Selain itu, di bagian utara sudah mengalami penurunan muka tanah, sehingga secara tidak langsung ini menjadi daerah rendah, yang sangat rentan terkena banjir.

“Kita harus ingat bahwa banjir di Jakarta saat ini bukan lagi banjir tradisional yang dulu kita selalu dengar ‘Ini banjir kiriman, ini banjir kiriman’, sekarang sudah tidak seperti itu.”

“Berkaca pada kejadian mulai banjir Latuharhari 2013, tanggul jebol di Latuharhari, kemudian yang baru-baru ini, 2020, Halim terendam, yang tidak ada hubungannya dengan kondisi di hulu,” tegasnya.

Baca Juga: Sejumlah Wilayah di Indonesia Terendam Banjir, BMKG Imbau Waspada Cuaca Ekstrem Hingga 15 Oktober!

Menurut dia, kondisi-kondisi hujan lokal di Jakarta saat ini bisa berpengaruh saat intensitas hujan tinggi, dan menyebabkan genangan yang signifikan secara lokal.

“Jadi tanpa ada peningkatan debit air dari hulu pun, meskipun saat ini yang terjadi di sepanjang Ciliwung adalah banjir kiriman. Tetapi sebelumnya lebih banyak akibat hujan lokal.”

Ia menuturkan, kondisi drainase secara keseluruhan, di Jabodetabek sebagai suatu kawasan megapolitan, dengan urbanisasi kepadatan penduduk yang demikian cepat, memang harus membuat revolusi atau perubahan yang sangat signifikan.

“Dalam konteks drainase keairan dan infrastruktur perairan kita.”




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x