JAKARTA, KOMPAS.TV - Penggunaan Hak Anget DPR dalam menyelidiki dugaan kecurangan Pilpres 2024, berpotensi menimbulkan ketidakpastian karena membuat perselisihan hasil Pilpres berlarut-larut.
Dewan Pengarah TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang juga Pakar Hukum Tata negara, Yusril Ihza Mahendra menjelaskan Hak Angket DPR hanya berbentuk rekomendasi atau paling jauh adalah pernyataan pendapat dari DPR.
Dengan hasil seperti itu menurutnya penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ke dalam ketidakpastian, yang berpotensi menimbulkan chaos atau kekacauan.
"Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," ujar Yusril dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/2/2024).
Yusril menambahkan hasil dari pendapat DPR tersebut juga harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga: Sekjen PKS: Hak Angket ini Bagus, Daripada Kita ke MK, Ada Pamannya
Jika MK setuju dengan DPR maka DPR harus menyampaikan permintaan pemakzulan kepada MPR, namun itupun tergantung MPR mau apa tidak.
Menurutnya proses tersebut akan berlangsung berbulan-bulan lamanya, bahkan diyakini melampaui tanggal 20 Oktober 2024 saat jabatan Jokowi berakhir.
"Kalau 20 Oktober 2024 itu Presiden baru belum dilantik, maka negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan," ujar Yusril.
Lebih jauh, Yusril menilai pihak yang kalah di pilpres seharusnya mencari penyelesaian ke Mahkamah Konstitusi (MK), bukan dengan menggunakan hak angket DPR.
Baca Juga: Menkumham Yasonna Dukung Hak Angket DPR Usut Kecurangan Pemilu 2024: Demi Mencari Kebenaran
Ia mengingatkan dalam UUD 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Penyelesaian sengketa Pilpres di MK lebih bersifat memberikan kepastian, hasil dari putusan MK yang memiliki kewenangan mengadili perselisihan hasil Pemilu, dalam hal ini Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir bersifat final dan mengikat.
Menurutnya jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan.
"Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya, tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi," ujar Yusril.
"Penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," sambung Yusril.
Baca Juga: Yusril Sebut Hak Angket DPR Tak Bisa Gugurkan Hasil Pemilu 2024
Adapun Hak Angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pilpres diinisiasi dari Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Inisiasi tersebut juga didukung oleh Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai NasDem, PKB dan PKS pengusung capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.