Kompas TV nasional hukum

303 Akademisi Kirim Amicus Curiae ke MK, Minta Hakim Adil Tangani Sengketa Pilpres 2024

Kompas.tv - 28 Maret 2024, 15:43 WIB
303-akademisi-kirim-amicus-curiae-ke-mk-minta-hakim-adil-tangani-sengketa-pilpres-2024
Dosen Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun dan guru besar hukum Universitas Indonesia (UI) Sulistyowati Irianto, mewakili 303 guru besar, akademisi, dan kalangan masyarakat sipil mengirimkan surat amicus curiae terkait sengketa Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (28/3/2024). (Sumber: Tangkap Layar Kompas TV.)
Penulis : Isnaya Helmi | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebanyak 303 akademisi dan masyarakat sipil mengirimkan surat amicus curiae atau sahabat pengadilan terkait sengketa Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Berkas amicus curiae disampaikan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Sulistyowati Irianto dan akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun ke Mahkamah Konstitusi, Kamis (28/3/2024).

Mereka berharap delapan hakim MK dapat memutus sengketa Pilpres 2024 dengan adil sesuai dengan substansi.

"Besar sekali harapan kami bahwa hakim Mahkamah Konstitusi tidak hanya memberikan keadilan yang sifatnya prosedural formal saja, keadilan angka-angka, tidak, tapi juga memberikan keadilan substantif," kata Sulistyowati di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3).

Sehingga mereka mendesak para hakim MK yang menangani sengketa Pilpres 2024 tersebut dapat melihat perkara tersebut secara holistik.

"Melihat segala proses karena hasil itu tergantung pada prosesnya,” ujarnya.

Sementara itu, Ubedilah mengatakan para guru besar dan akademisi merasa harus bersikap karena mereka memiliki kebebasan akademik dan pandangan-pandangan kepada publik.

Ia pun berharap bisa menjadi pihak yang memberikan pandangan hukum atas gugatan Pilpres 2024.

Baca Juga: Kuasa Hukum KPU: Tudingan Anies-Muhaimin soal Intervensi terhadap MK adalah Tuduhan Serius

"Kenapa kami bersikap? Karena kami punya academic freedom, kebebasan akademik yang proses produksi ilmu pengetahuan dan pandangan-pandangan kepada publik itu dibangun dengan dasar-dasar ilmu pengetahuan," tegas Ubedilah.

"Dan kami berharap ada pertemuan antara kebenaran ilmu pengetahuan dengan kebenaran dan keadilan di Mahkamah Konstitusi, agar delapan hakim itu mendengar pandangan kami sebagai sahabat pengadilan," jelasnya.

Pasalnya, menurut Ubedilah, delapan hakim MK, sebenarnya tidak cukup untuk memutuskan perkara yang menentukan nasib 2 juta lebih penduduk Indonesia.

Dikutip dari Kompas.id, secara garis besar, amicus curiae yang diajukan berisi kajian tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Seperti diketahui, putusan tersebut membuka jalan bagi anak Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024.

Dalam dokumen amicus curiae, para akademisi tersebut menilai Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah salah memaknai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 .

Mereka berpendapat, kesalahan KPU dalam memaknai putusan itu menyebabkan penetapan Gibran dalam Keputusan KPU No 1632/2023 adalah perbuatan yang batal demi hukum.

Sebab, Gibran sejak awal tidak memenuhi persyaratan menurut Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memperluas persyaratan pencalonan dalam Pasal 169 Huruf q UU No 7/2017 hanya untuk yang berpengalaman sebagai gubernur.

Bahwa dengan tidak dipenuhinya persyaratan sebagai cawapres, seharusnya MK dengan segala kebijaksanaannya tidak ragu untuk menyatakan diskualifikasi putra sulung presiden Jokowi tersebut.

Baca Juga: Jaga Kewarasan Jadi Alasan Ganjar-Mahfud Ajukan Gugatan Hasil Pemilu ke MK


 




Sumber : Kompas TV/Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x