Kompas TV nasional hukum

ICW Minta KPK Tidak Tebar Gimik soal Pencarian Harun Masiku

Kompas.tv - 5 Juni 2024, 11:41 WIB
icw-minta-kpk-tidak-tebar-gimik-soal-pencarian-harun-masiku
Foto Harun Masiku dalam daftar pencarian orang di webside KPK. Harun ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu calon anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan (PDIP) pada 9 Januari 2020. (Sumber: KPK.go.id)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menebar gimik soal pencarian tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024, Harun Masiku.

Hal itu disampaikan oleh peneliti ICW, Diky Anandya, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas TV, Rabu (5/6/2024).

“ICW mendorong KPK tidak sekadar menebar gimik dalam melakukan pendalaman terhadap pencarian Harun Masiku,” kata Diky.

Dia mengatakan, jika dihitung dari sejak KPK memulai penyidikan dalam kasus tersebut, praktis sudah 4 tahun Harun menjadi buron.

Baca Juga: Hasto Tantang KPK yang Minta Ditunjukkan Harun Masiku: Punya Nyali Usut Penyalahgunaan Dana Bansos?

“Bagi kami, waktu pencariannya sudah terlalu lama dan mengindikasikan kuat ada hal-hal ganjil di balik proses hukum tersebut,” ujar Diky.

Selain itu, dia menilai ada dua hal penting lainnya yang perlu didalami KPK selain pencarian Harun.

“Pertama, apakah ada pihak lain, khususnya elite partai politik yang terlibat dalam praktik korupsi ini? Salah satu pertanyaan kuncinya, apakah uang suap yang diberikan Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan murni uang pribadinya atau ada pihak tertentu yang mendanai proses pergantian antarwaktu itu?” tanya Diky.

Kedua, sambungnya, siapa saja pihak yang mengetahui, mendiamkan, bahkan membantu pelarian Harun.

Baca Juga: Praperadilan Ditolak, MAKI Bakal Kembali Gugat KPK terkait Harun Masiku

“Ini penting ditelusuri guna membuka potensi penyidikan atas sangkaan obstruction of justice (perintangan proses hukum),” ucap Diky.

“Dalam kaitan dengan obstruction of justice, selain pihak eksternal, KPK juga mesti melihat potensi adanya aktor di internal KPK yang berupaya menghambat proses pencarian Harun Masiku.”

Sebelumnya, tim penyidik KPK memeriksa seorang mahasiswa bernama Melita De Grave terkait penyelidikan dan pencarian Harun Masiku (HM).

"Saksi Melita De Grave hadir dan tim penyidik masih terus mendalami dugaan adanya pihak-pihak yang diduga mengamankan keberadaan dari tersangka HM," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (3/5/2024), dikutip dari Antara.

KPK kembali memanggil saksi-saksi dalam penyidikan perkara dengan tersangka Harun.

Pada Rabu (29/5/2024) pekan lalu, KPK memeriksa advokat bernama Simon Petrus. Kemudian pada Kamis (30/5), KPK memeriksa seorang mahasiswa bernama Hugo Ganda.

Dilansir Antara, kedua saksi tersebut diperiksa dan dimintai keterangan untuk melacak keberadaan Harun.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik disebut menemukan informasi soal adanya pihak yang dengan sengaja menyembunyikan Harun dan menghalangi penyidikan KPK.

Baca Juga: KPK Panggil Hasto Kristiyanto Dalami Informasi Baru soal Keberadaan Harun Masiku

Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemulihan Umum (KPU).

Harun selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.

Wahyu yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun, tengah menjalani bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.

KPK menjebloskan Wahyu ke penjara berdasarkan Putusan MA Nomor: 1857 K/ Pid.Sus/2021 juncto putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo. putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap.

Wahyu juga diwajibkan membayar denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Selain itu, ia dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.

Sebelumnya, amar putusan kasasi terhadap Wahyu adalah menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.


 



Sumber : Kompas TV, Antara



BERITA LAINNYA



Close Ads x