Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

7 Perusahaan Kena Denda Rp71,2 M oleh KPPU dalam Kasus Kartel Minyak Goreng

Kompas.tv - 29 Mei 2023, 08:21 WIB
7-perusahaan-kena-denda-rp71-2-m-oleh-kppu-dalam-kasus-kartel-minyak-goreng
Ilustrasi. Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda senilai total Rp71,2 miliar kepada 7 perusahaan minyak goreng dalam kasus kartel minyak goreng. (Sumber: Antara)
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda senilai total Rp71,2 miliar kepada 7 perusahaan minyak goreng dalam kasus kartel minyak goreng. Putusan perkara ini dibacakan pada Jumat (26/5/2023) lalu. 

Dalam Putusannya, Majelis Komisi menyatakan bahwa ke-27 terlapor dalam perkara tidak terbukti melanggar pasal 5 (terkait penetapan harga).

Namun Majelis Komisi memutuskan bahwa 7 (tujuh) Terlapor, secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c (terkait pembatasan peredaran/penjualan barang). 

Perusahaan yang kena denda itu adalah PT Asianagro Agungjaya, PT Batara Elok Semesta, PT Incasi Raya, PT Salim Ivomas Pratama yang merupakan bagian dari Grup Salim, PT Budi Nabati Perkasa, PT Multimas Nabati Asahan dan PT Sinar Alam Permai. Dua nama terakhir adalahh bagian dari Wilmar Group. 

Dalam Putusannya, Majelis Komisi menjelaskan sruktur pasar dalam industri minyak goreng disimpulkan sebagai oligopoli ketat dengan konsentrasi pasar tinggi (yakni dengan konsentrasi rasio empat grup pelaku usaha sebesar 71,52%), memiliki produk yang homogen dan berbagai hambatan masuk pasar.

Baca Juga: Wilmar Group Bantah Terlibat Kartel, Sebut Hal Ini Jadi Biang Kerok Harga Minyak Naik

"Ini mempengaruhi perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar termasuk potensi terjadinya penetapan harga minyak goreng yang diduga dilakukan oleh para Terlapor," demikian tulis KPPU dikutip dari laman resminya, Senin (29/5/2023). 

Majelis Komisi menemukan bahwa berdasarkan rasio input dan output di sektor tersebut, pada periode pelanggaran lebih besar daripada rasio sebelum periode pelanggaran. 

Ini menunjukan, bahwa kenaikan harga pada periode pelanggaran terjadi akibat adanya kenaikan harga input, sehingga margin keuntungan yang diperoleh menjadi semakin kecil. 

Dengan demikian para Terlapor dapat disimpulkan tidak melakukan penetapan harga untuk minyak goreng kemasan sederhana dan kemasan.

Majelis Komisi juga menemukan bahwa para terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran. 

Baca Juga: KPPU Beri Rekomendasi ke Jokowi Agar Minyak Goreng Tak Dikuasai Kartel

"Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET," kata KPPU. 

"Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET," tambahnya.


 

Ketidakpatuhan ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat. 

Majelis Komisi juga menyebut perilaku penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan pada periode pelanggaran ini, merupakan perilaku pelaku usaha yang tidak jujur dan menghambat persaingan usaha dalam melakukan kegiatan produksi dan/atau pemasaran minyak goreng kemasan.

Sehingga Majelis Komisi menyimpulkan telah terjadi dampak pelanggaran Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Baca Juga: Selidiki Kartel Minyak Goreng, KPPU Panggil Kelompok Sinar Mas, Indofood, hingga Wilmar

Berikut sejumlah putusan Majelis KPPU:

• Seluruh Terlapor tidak terbukti melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;

• Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII dan Terlapor XXIV secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;

• Menghukum Terlapor I PT Asianagro Agungjaya membayar denda sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

• Menghukum Terlapor II PT Batara Elok Semesta Terpadu membayar denda sejumlah Rp15.246.000.000,00 (lima belas miliar dua ratus empat puluh enam juta rupiah);

• Menghukum Terlapor V PT Incasi Raya membayar denda sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

• Menghukum Terlapor XVIII PT Salim Ivomas Pratama, Tbk membayar denda sejumlah Rp40.887.000.000,00 (empat puluh miliar delapan ratus delapan puluh tujuh juta rupiah;

Baca Juga: Guru PAI Akan Terima Insentif Rp250.000 Selama Setahun, Ini Kriteria Penerimanya

• Menghukum Terlapor XX PT Budi Nabati Perkasa membayar denda sejumlah Rp1.764.000.000,00 (satu miliar tujuh ratus enam puluh empat juta rupiah);

• Menghukum Terlapor XXIII PT Multimas Nabati Asahan membayar denda sejumlah Rp8.018.000.000,00 (delapan miliar delapan belas juta rupiah);

• Menghukum Terlapor XXIV PT Sinar Alam Permai membayar denda sejumlah Rp3.365.000.000,00 (tiga miliar tiga ratus enam puluh lima juta rupiah);

• Memerintahkan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII, dan Terlapor XXIV untuk melakukan pembayaran denda paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), serta melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU. 

• Terlapor juga diperintahkan untuk membayar denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari nilai denda, jika terlambat melakukan pembayaran denda. 

• Jika mengajukan keberatan, maka ketujuh Terlapor harus menyerahkan jaminan bank sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai denda ke KPPU paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan Putusan.

Baca Juga: Bawaslu Usut Dugaan Dana Jaringan Narkoba Mengalir untuk Pemilu 2024

Dalam proses penyusunan Putusan, salah satu Anggota Majelis Komisi, yakni Ukay Karyadi, memiliki pendapat yang berbeda (dissenting opinion) yang pada intinya menyatakan bahwa seluruh Terlapor patut dinyatakan melanggar pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999.

Sebagai informasi, kasus ini merupakan insiatif KPPU yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 oleh para Terlapor pada periode bulan Oktober 2021 sampai dengan bulan Desember 2021. Kemudian periode bulan Maret 2022 sampai dengan bulan Mei 2022. 

Para Terlapor juga diduga melakukan pelanggaran Pasal 19 huruf c UU Nomor 5 Tahun 1999 pada periode bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Mei 2022, dalam penjualan minyak goreng kemasan di Indonesia.

Kasus bergulir hingga proses Pemeriksaan oleh Majelis Komisi. Pemeriksaan Pendahuluan atas perkara ini dilakukan Majelis Komisi sejak tanggal 20 Oktober 2022 dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Lanjutan sejak tanggal 25 November 2022, serta perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan hingga tanggal 4 April 2023.

 




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x