JAKARTA, KOMPAS.TV - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terus mengedukasi pemberi dana atau lender mengenai risiko dalam menyalurkan pendanaan di fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Ketua Umum AFPI, Entjik Djafar menegaskan, persetujuan pendanaan sepenuhnya berada di tangan lender, bukan platform fintech lending.
“Edukasi soal risiko perlu dilakukan karena persetujuan atas penyaluran kredit atau dana ada di lender, bukan di fintech lending,” kata Entjik dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR, Rabu (12/3/2025).
Sebagai bagian dari edukasi, AFPI secara rutin menyelenggarakan forum pertemuan dengan lender untuk memberikan pemahaman terkait potensi risiko pendanaan.
Baca Juga: AFPI Buka Peluang Investasi di London, Dorong Inklusi Keuangan, dan Perangi Pinjol
Selain itu, platform fintech lending anggota AFPI diwajibkan untuk menampilkan peringatan risiko di situs dan aplikasi mereka.
Entjik menjelaskan, platform fintech lending hanya menyediakan informasi mengenai calon borrower.
Keputusan untuk memberikan pendanaan tetap berada di tangan lender setelah melakukan evaluasi.
“Jadi, kami selalu memberikan edukasi kepada lender jangan disetujui apabila belum mengerti terhadap risiko pendanaan kepada borrower,” ujar Entjik.
Sebagai bentuk perlindungan bagi lender, AFPI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyepakati aturan mengenai pencantuman peringatan risiko di aplikasi fintech lending.
Selain itu, regulasi baru juga mengatur pembatasan kriteria lender guna meningkatkan keamanan dalam industri ini.
Dilansir dari Kontan.co.id, OJK membagi lender menjadi dua kategori, yakni profesional dan non-profesional.
Lender profesional mencakup lembaga keuangan, perusahaan berbadan hukum Indonesia atau asing, serta individu dengan penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kontan
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.