TEXAS, KOMPAS.TV - Sebuah pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) membawa migran yang akan dideportasi dengan kaki dan tangan terbelenggu, untuk berangkat dari Texas menuju Guatemala, Kamis (30/1/2025). Dari 80 orang yang dideportasi ini, terdapat delapan anak-anak.
Deportasi ini dilakukan untuk menunjukkan meningkatnya peran angkatan bersenjata dalam penegakan hukum imigrasi di AS.
Penerbangan dari Fort Bliss, pangkalan Angkatan Darat di El Paso, dijadwalkan memakan waktu sekitar tujuh jam. Perjalanan ini hampir dua kali lebih lama dari rute langsung, karena pesawat militer tidak dapat terbang di atas langit Meksiko. Hal ini diungkapkan Juru Bicara Patroli Perbatasan AS Orlando Marrero.
“Pesan yang ingin kami sampaikan kepada orang-orang tersebut adalah jika Anda melintasi perbatasan secara ilegal, kami akan mendeportasi Anda ke negara asal Anda dalam hitungan jam,” kata Marrero seperti dikutip dari The Associated Press.
Baca Juga: Trump Bakal Kirim Imigran Ilegal ke Guantanamo, Kuba Langsung Kecam AS
Pemerintahan Trump telah menggunakan pesawat militer untuk mendeportasi imigran ilegal ke Guatemala, Ekuador, dan Kolombia. Praktik ini berbeda dengan yang sebelumnya dilakukan oleh Imigrasi dan Bea Cukai AS, yang biasanya menggunakan pesawat sewaan dan pesawat komersial.
"Ada beberapa negara yang tidak suka pesawat militer memasuki wilayah mereka," kata anggota Parlemen AS Henry Cuellar.
"Itu adalah sesuatu yang secara logistik harus diselesaikan dengan negara tersebut sebelumnya, karena Anda tidak ingin pesawat itu terbalik di udara," tambahnya.
Pada Minggu, Presiden Kolombia Gustavo Petro menolak dua pesawat militer AS yang membawa imigran. Kolombia kemudian mundur dan mengatakan akan menerima migran, tetapi akan menerbangkan mereka dengan penerbangan militer Kolombia yang menurut Petro akan lebih menjamin martabat mereka.
Pentagon mulai mengerahkan pasukan ke perbatasan minggu lalu, tetapi tidak diketahui sejauh mana mereka akan melakukan peran di perbatasan.
Baca Juga: Demi Kurung Migran di Guantanamo, Trump Perluas Kamp Tahanan hingga Bisa Tampung 30.000 Orang
Undang-undang tahun 1878 melarang keterlibatan militer dalam penegakan hukum sipil, tetapi Trump dan para pembantunya telah mengisyaratkan presiden dapat menggunakan kekuasaan di masa perang.
Trump mengatakan dalam perintah di Hari Pelantikannya, yang menyatakan keadaan darurat perbatasan, bahwa Departemen Pertahanan dapat membantu penahanan dan transportasi.
Trump pada hari Kamis memerintahkan agar pangkalan AS di Teluk Guantanamo, Kuba, dapat digunakan untuk menahan migran, dengan mengatakan pangkalan itu dapat menampung hingga 30.000 orang. Penahanan di Guantanamu akan menambah kapasitas penahanan yang dimiliki Immigration and Custom Enforcement (ICE) saat ini, hampir dua kali lipat.
Yael Schacher, direktur untuk Amerika dan Eropa di Refugees International, mengatakan penggunaan pesawat militer untuk deportasi tidak umum dilakukan, tetapi biasanya hanya bersifat simbolis.
Sumber : The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.