JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang meyakini Ketua KPK Firli Bahuri telah melakukan tindakan pidana melanggar Pasal 36 dan 65 UU KPK.
Keyakinan Saut ini setelah dirinya dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK yang ditangani Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Menurut Saut dari pertanyaan yang diajukan, penyidik mendalami aturan bagi pimpinan KPK bertemu dengan pihak beperkara.
Saut menjelaskan aturan tersebut ada dalam Pasal 36 dan 65 UU KPK. Di pasal tersebut sudah ditegaskan mengenai aturan bagi pimpinan KPK untuk mengadakan hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan pihak yang beperkara di KPK.
Ancaman hukuman bagi pimpinan yang melanggar aturan tersebut ditegaskan dalam Pasal 65, yakni lima tahun penjara.
Baca Juga: Saut Situmorang Menduga Kepemimpinan Kolektif Kolegial di KPK Sudah Tidak Jalan
"Kalau yang saya jelaskan Pasal 36 dan 65 itu memang tidak ada keraguan, berada memang ada peristiwa pidananya. Kalau saya sih enggak ragu (Firli melakukan pidana)," ujar Saut usai memberi keterangan di Polda Metro Jaya, Selasa (17/10/2023), dikutip dari laporan tim jurnalis KompasTV.
Saut menambahkan selain dapat dijerat dengan UU KPK, bisa saja pertemuan tersebut ditelusuri lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada tindak pidana korupsi yang dilakukan.
Sebab dalam pengalamannya di KPK, tindak pidana korupsi diawali dengan adanya pertemuan non-formal antara pihak yang berkepentingan dengan pihak yang memiliki kewenangan atau kekuasaan.
Di momen ini juga ada kesepakatan atau janji yang dilakukan hingga berujung kepada suap atau pemberian gratifikasi.
Ia juga meminta agar kasus ini bisa dikembangkan oleh penyidik. Sebab kepentingan penyidikan kasus ini bukan hanya sebatas untuk menjerat pimpinan KPK saja tapi juga menyangkut kepercayaan publik terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air yang dapat dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi.
Baca Juga: Kapolri Perintahkan Kasus Dugaan Pemerasan SYL Ditangani Profesional
"Makanya saya tadi bilang dengan penyidik, pak please mari kita selesaikan ini. Masalah negara ini bukan Firli seorang, ini masalah negara, IPK kita dinilai orang-orang luar. Ini serius enggak sih, ini pimpinan pemberantasan korupsi loh bukan lagi penyidiknya, jadi mari serius ya," ujarnya.
Di sisi lain, Saut menilai munculnya kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK ini menandakan pengawasan antara komisioner KPK di kepemimpinan Firli Bahuri lemah.
Saut menjelaskan dalam pengalamannya saat menjadi wakil ketua KPK, dirinya selalu memberitahu kepada Agus Rahardjo, ketua KPK periode 2015-2019, setiap kegiatan yang dilakukan di luar.
Hal ini untuk mencegah adanya potensi-potensi penyimpangan yang dilakukan pihak lain saat bertemu dengan Saut.
Baca Juga: Setelah Ajudan, Polda Metro Bakal Jadwalkan Pemeriksaan Firli Bahuri di Kasus Pemerasan Pimpinan KPK
Sebab pimpinan KPK merupakan orang yang menjadi sorotan publik. Bisa saja saat makan atau sedang berada di luar, pimpinan KPK bertemu dengan pihak lain yang ternyata punya masalah hukum di KPK.
Untuk itu jugalah perlu pengawasan satu sama lain dan pentingnya prinsip kolektif kolegial di pimpinan KPK.
"Kenapa pimpinan KPK dibuat lima kan tujuannya supaya satu orang melakukan check and balance terhadap yang lain," ujar Saut.
Adapun dalam penyidikan kasus pemerasan pimpinan KPK ini penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya mendalami dugaan tindak pidana korupsi dalam Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B, atau Pasal 11 UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.